Kumbakarna Gugur
Setelah
Sarpakenaka tewas, menyusul anak-anak Prabu Dasamuka, dan Patih
Prahasta gugur dimedan laga. Membuat dendam Prabu Dasamuka semakin
menjadi jadi. Prabu Dasamuka memerintahkan berapa pasukan untuk pergi
ke Gunung Gohkarna, untuk membangunkan Kumbakarna dari tidurnya. Namun
Kumbakarna dengan jalan apapun tidak bisa dibangunkan. Pasukan Prabu
Dasamuka, kembali ke Alengka, melaporkan kepada Prabu Dasamuka,bahwa
Kumbakarna tidak bisa dibangunkan. Prabu Dasamuka kemudian memerintahkan
kurir untuk menemui Prabu Sumali, agar anak anak Kumbakarna,
Kumba-Kumba dan Aswani Kumba maju ke medan laga. Kedua anak Kumbakarna
tidak pernah berurusan dengan Alengka. Mereka tinggal di
Pangleburgangsa, tinggal bersama dengan ibunya Dewi Kiswani dan
Eyangnya Prabu Sumali. Prabu Dasamuka mengirim utusan ke Pangleburgangsa
meminta kedua anak Kumbakarna berangkat ke medan laga. Usia Kumba Kumba
dan Aswani Kumba masih belasan tahun, belum dewasa. Prabu Sumali
melarang kedua anak Kumbakarna pergi ke medan laga. Dewi Kiswani pun
merasa berat hati untuk melepas kedua anaknya, lagi pula belum ada restu
dari ayahnya, Kumbakarna. Akhirnya Prabu Sumali menolak pesan dari
Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka marah marah, mengetahui perintahnya
ditolak oleh kakeknya. Prabu Dasamuka akhirnya memerintahkan beberapa
pasukan untuk menjemput kedua anak Kumbakarna. Prabu Sumali dan Dewi
Kiswani dengan berat hati melepas Kumba Kumba dan Aswani Kumba menuju
medan laga. Kedua anak Kumbakarnapun berangkat ke medan laga disertai
dengan pasukan Perajurit Alengkadiraja. Bendera Alengka telah kelihatan
memasuki daerah pertahanan Swelagiri. Perajurit Pancawati telah bersiap
siap untuk menerima kedatangan mereka.
Dari penjaga perbatasan
memberikan laporan kepada Anggada, bahwa prajurit Alengka dengan
kekuatan penuh dibawah pimpinan sepasang anak kembar Kumbakarna, Kumba
Kumba dan Aswani Kumba telah memasuki perbatasan pertahanan
Suwelagiri.Anggada dan Anila telah menunggu kedatangan para Senapati
Alengka.Pasukan Alengka barisan terdepan telah siap meluncurkan panah
api. Sementara itu Wibisana mengarahkaan anak panah hujan kelangit. Anak
panah meluncur ke mega mendung, hujan pun turun dengan lebat. Panah Api
perajurit Alengka bisa dilumpuhkan. Perangpun terjadi Pasukan raksasa
melawan pasukan kera yang jumlahnya puluhan ribu, ditambah dengan
pasukan dari Goa Kiskenda terus merangsek mundur pasukan Alengka.
Sementara itu perajurit Alengka dan Pancawati minggir. Kini Panglima
perang Alengka sepasang Raksasa muda anak Kumbakarna terpaksa melawan
pasukan Pancawati. Anggada dan Anila menerima tantangan raksasa muda.
Anggada melawan Kumba Kumba dan Anila melawan Aswani Kumba. Setiap kali
Kumba Kumba tewas, kemudian Aswani Kumba melompatinya, Maka Kumba Kumba
hidup kembali, demikian pula sebaliknya. Tenaga Anggada dan Anila
terkuras habis, dan jatuh tidak berdaya. Beruntung Sugriwa dan Anoman
segera menolongnya. Sugriwa teringat kepada kakaknya Resi Subali yang
menceriterakan perang di Goa Kiskenda. Ketika melawan Prabu Maesasura
dan Patih Lembusura yang juga memiliki kesaktian ganda bagai Kumba Kumba
dan Aswani Kumba. Namun Sugriwa sudah terlalu tua untuk melawan mereka.
Anoman bersedia menjadi lawan keduanya. Perkelahian antara kedua anak
Kumbakarna dan Anoman begitu seru. Kedua anak Kumbakarna merasa percaya
diri dapat mengalahkan para satria Pancawati. Ketika Anoman di tengah
tengah diantara Kumba Kumba dan Aswani Kumba dalam posisi berhadap
hadapan, Tiba tiba Kumba Kumba dan Aswani Kumba bersemangat dengan
kekuatan penuh menyerang bersama, Anoman menghindar dengan meloncat
keatas, sehingga kepala mereka berbenturan dengan kerasnya, sehingga
kepala mereka pecah, dan tewaslah anak anak Kumbakarna.
Wibisana didalam
hati menangisi kedua kemenakanya, yang tewas mengenaskan. Mengapa anak
yang baru belasan tahun usianya, maju ke medan perang. Keduanya menjadi
pahlawan Alengka yang dibanggakan.
Perabu
Dasamuka semakin berduka dengan kematian Kumba Kumba dan Aswani Kumba.
Kini saatnya tokoh Alengka yang tersimpan di Gunung Gohkarna, sudah
saatnya harus dibangunkan dan berangkat ke medan perang mempertahankan
Alengkadiraja, Pasukan Alengkadiraja dibawah komando langsung Prabu
Dasamuka telah berangkat menuju Gunung Gohkarna. Ikut dalam rombongan
Tejamantri Togog dan Sarawita. Pasukan juga membawa makanan untuk
Kumbakarna. Sesampai di tempat Kumbakarna bertapa, Prabu Dasamuka
mmerintahkan para perajurit membangunkan Kumbakarna. Pasukan terompet,
pasukan tambur dan pasukan meriam sampai dengan petasan bergantian
membangunkannya. Namun Kumbakarna tidak merasa terusik sama sekali.
Prabu Dasamuka menjadi kehabisan akal. Akhirnya Tejamantri Togog
menghadap Prabu Dasamuka, bahwasanya ia bersedia membangunkan Kumbakarna
kalau mendapat perintah dari Prabu Dasamuka. Prabu Dasamuka mengijinkan
Tejamantri Togog untuk membangunknnya. Tekamantri Togog mendekati kaki
Kumbakarna, dan dipeganginya jempol kaki kirinya, kemudian dicabut bulu
(wulu cumbu) nya. Begitu tercabut, Kumbakarna langsung bangun, kedua
tangan dan kedua kakinya menghentak keras sekali, sehingga tanah menjadi
bergetar. Beberapa orang pasukan yang ada didekatnya, sempat terinjak
dan terpukul oleh kedua tangan dan kedua kakinya. Kumbakarna merasa
senang Prabu Dasamuka mau mendatanginya dan Prabu Dasamuka telah
memberikan maaf kepada Kumbakarna. Makanan dan minuman diberikan kepada
Kumbakarna. Makanan dan minuman Kumbakarna beberapa grobag pun habis.
Setelah selesai makan dan minum, Prabu Dasamuka baru menjelaskan maksud
kedatangannya. Kumbakarna terkejut ketika Prabu Dasamuka, memberi tahu
kalau perang Alengka sudah terjadi. Saudara saudaranya. Sarpakenaka,
anak anak Prabu Dasamuka serta patih Prahasta semuanya telah gugur. Juga
anak anaknya sendiri, Kumba Kumba dan Aswani Kumba telah gugur pula di
medan laga.
Kumbakarna mendengar itu menjadi marah luar biasa.
Kumbakarna berteriak membahana, memecah kesunyian. Guntur, petir
bersahut sahutan, burung burung dilangit saling bertubrukan,dan binatang
binatang liar di hutan saling berlarian tidak tentu arah, binatang
besar, gajah, banteng, singa dan macan, lari tunggang langgang dan jatuh
terguling guling ke dalam jurang. Karena teriakan Kumbakarna
menimbulkan gempa. Prabu Dasamuka pun menjadi terkejut pula. Akhirnya
Kumbakarna memuntahkan makanan dan minuman yang terlanjur masuk ke
dalam perutnya. Kumbakarna berpakaian putih putih dan berangkat ke
medan laga membela tanah air dan membalas dendam kematian anak anaknya.
Dan bukan karena membela Prabu Dasamuka yang angkara murka. Pasukan
Alengka mengiringkan kepergian Kumbakarna ke medan perang. Prabu
Dasamuka pulang ke Istana Alengkapura. Sedangkan Tejamantri Togog dan
Sarawita pulang ke Patogogan. Bendera hitam Alengka kelihatan berderet
di perbatasan pertahanan Suwelagiri. Wibisana melihat kedatangan
kakaknya Kumbakarna sebagai Senapati dengan berpakaian seorang brahmana,
putih-putih. Wibisana segera menghampiri kakaknya. Wibisana
menyayangkan kehadiran kakaknya, yang mau berkorban membela keserakahan
Prabu Dasamuka. Kumbakarna memberitahukan, bahwa kedatangannya disini
ingin bukan membela kakaknya Prabu Dasamuka, namun Kumbakarna ingin
mempertahankan kemerdekaan negeri Alengkadiraja. Kumbakarna tidak
menginginkan perang tetapi juga tidak menginginkan negerinya di injak
injak oleh musuh, Ia tidak ingin negerinya dijajah oleh negara lain. ia
tidak akan membunuh siapapun. Ia kecewa sudah banyak korban dari Alengka
yang tewas. Juga kedua anaknya, Kumba Kumba dan Aswani Kumba telah
tewas.Ia hanya menginginkan Prabu Rama dan pasukannya kembali ke
Pancawati. Wibisana dimintanya menyingkir, karena Kumbakarna akan segera
menemui Prabu Rama,agar mereka segera kembali ke Pancawati. Kumbakarna
memasuki wilayah pertahanan Prabu Rama. Pasukan kera langsung menyerbu
Kumbakarna. Lengannya sudah ratusan kera menungganginya, menggigitnya
dan mencakarnya, tapi Kumbakarna diam saja. Lengan yang satu juga
ditunggangi ratusan kera, juga kepala, juga muka, juga leher, juga
punggung, juga perut, juga paha, juga kaki. Mereka menggigit, mencakar
dan merobek robek kulit Kumbakarna.Dalam waktu sekejap Kumbakarna
menjadi gunung kera. Tidak ada satu bagian tubuh Kumbakarna yang
terlewatkan, semua sudah penuh kera kera.
Walaupun sedemikian hati
hatinya Kumbakarna, agar tidak melukai siapapun, tetapi tanpa sengaja
Kumbakarna juga menginjak ratusan kera yang menghadang nya.Kumbakarna
hanya ingin meminta kepada Prabu Rama, agar Prabu Rama kembali ke
Pancawati. Prabu Rama ganti meminta agar Kumbakarna lah yang kembali ke
istana Alengkadiraja. Sementara itu para Senapati Kera, Sugriwa, Anoman,
Anggada dan Anila sudah mencegah Kumbakarna jangan mendekati Prabu
Rama. Mereka memegangi kedua kaki Kumbakarna agar tidak melangkah lagi,
tetapi keempat satria kera itu tidak berdaya, mereka berjatuhan, dan
hampir hampir saja terinjak oleh kaki Kumbakarna.Tubuh Kumbakarna memang
lebih besar dari raksasa yang lain, Kumbakarna memiliki ukuran tubuh
beberapa kali ukuran raksasa biasa. Untuk membebaskan kesengsaraan
Kumbakarna dari serangan para rewanda, Prabu Rama melepaskan panah
Guwawijaya kepada Kumbakarna. Panah pertama memutuskan bahu sebelah
kiri. Lengan tangan kiri Kumbakarna yang dikerubuti ratusan kerapun
jatuh. Banyak kera yang tewas tergencet lengan kiri Kumbakarna.
Kumbakarna masih melangkah maju, Prabu Rama mengingatkan jangan maju
lagi, namun Kumbakarna tetap melangkah. Prabu Rama pun melepaskan anak
panah yang kedua. Putuslah bahu kanan Kumbakarna. Lengan kanan
Kumbakarna yang dikerubut ratusan kerapun jatuh. Banyak kera yang tewas
tergencet lengan kanan Kumbakarna. Kumbakarna terus melangkah.
Prabu
Rama melepas anak panah yang ketiga dan keempat kearah kedua kaki
Kumbakarna. Kedua kaki Kumbakarna yang dikerubuti ratusan kerapunpun
lepas dan jatuh menggencet pula para kera yang mengerubutnya dibawah
kakinya.Tubuh Kumbakarna pun ambruk dan menjatuhi ribuan kera kera yang
ada dibawahnya. Kini Kumbakarna tinggal tubuh dan kepalanya saja, yang
wajahnya sudah tidak berujud lagi. Kedua daun Telinga, hidung, mulut,
kedua mata, Kumbakarna sudah tanggal semua. Kumbakarna menahan sakit,
Kumbakarna yang tinggal kepala dan tubuhnya berguling guling kesakitan,
dan tanpa sengaja banyak kera yang tewas terlindas oleh tubuh
Kumbakarna.
Prabu Rama merasa ngeri dengan keadaan Kumbakarna. Wibisana
segera meminta pada Prabu Rama untuk menyempurnakan kematiannya. Prabu
Rama yang kelima kalinya melepaskan anak panahnya keleher Kumbakarna.
Kepala dan gembung Kumbakarna terpisah.Kumbakarna pun gugur. Kumbakarna
gugur membela tanah airnya, bukan membela keangkara murkaan Prabu
Dasamuka. Kumbakarna disambut harum bunga melati yang turun dari
langit. Tubuh Kumbakarna yang semula terpotong potong,dan tercecer
dimana mana, tiba tiba menyatu menjadi Kumbakarna yang utuh kembali.
Kumbakarna bangkit kembali dan hilang dari pandangan mata. Rupanya
Kumbakarna, moksha. Jiwa dan raga Kumbakarna diterima oleh dewa, dan
ditempatkan di Swarga Pangrantunan.
Prabu
Rama dan segenap punggawa terkesima dengan peristiwa itu. Terlebih
lebih Wibisana, menangisi kepegian Kakaknya yang paling dicintainya.***
MOHON KOREKSINYA DALAM KOMENTAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar