Sanggit Lakon Saramba Kusuma
Ki Nanang HP membawakan lakon
Saramba Kusuma di Ulang Tahun PSMS ke 2 di Monumen Jaten, Karanganyar. Lakon
ini memang tidak tanggung-tanggung dalam olah sanggitnya. Tokoh seterkenal
Karna diubah asal-usulnya, tokoh yang semua orang kenal wayang pasti mengetahui
bahwa Karna bukan anak Pandu. Dalam cerita mahabharata adalah putra Dewa
Bethara Surya, Dewa penguasa Matahari dengan Dewi Kunthi. Saat itu Dewi Kunthi
menggunakan ajian yang bisa memanggil Dewa, dan ketika itu yang datang adalah
Bathara Surya. Dalam kasus ini pun juga ada perdebatan, apakah Dewa yang datang
itu “tega” berbuat menghamili Kunthi, atau hamilnya Kunthi sebagai wujud
anugrah? Apakah proses hamilnya Kunthi oleh Dewa itu layaknya cara laki-laki
menghamili perempuan? Biarlah sanggit yang berjalan menyelesaikannya.
Kembali ke Lakon Saramba Kusuma,
tentunya banyak yang bertanya, mengapa bisa demikian? Tentunya Ki Dalang punya
argumen. Argumennya adalah bahwa para Dewa itu adalah pastinya mahluk yang
berperilaku baik, dan setiap datang ke bumi menemui manusia pasti membawa
kebaikan. Memang hampir tidak ada cerita di pewayangan yang menunjukkan wayang
dari golongan manusia menjadi selevel Dewa karena kebaikannya, meskipun mampu
mengalahkan Dewa.
Di sini lah kepiawaian seorang
dalang, menunjukkan kondisi kebalikannya, dan juga melihat dari sisi yang
berbeda dalam membawakan sebuah lakon. Bagaimana perasaan penonton dibawa untuk
memahami lelakonnya Kunthi. Ketika semua orang di negeri Mandura sudah bisa
dipastikan menolak keberadaan bayi dalam kandungan Kunthi. Ketika tidak ada
tempat lain untuk mengadu, tentunya hanya keyakinan yang bisa mematahkan bahwa
dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Pandu bisa jadi khilaf, tetapi Ki Dalang
juga punya argumen lain. Ini mungkin terjadi pada jaman dimana seseorang bisa menikah
dengan kesepakatan berdua, tentunya pemahaman ini juga tidak serta merta
menjadikan perkawinan mudah, karena ini dilakukan dengan Tuhan dan penciptanya
sebagai saksi. Mungkin kita juga perlu bertanya, siapakah yang jadi saksi Adam
dan Hawa saat menikah? apakah ada surat nikahnya?
Tentunya Ki Dalang juga mengetahui
bahwa ini akan menjadi pandangan yang bertolak belakang. Bahkan bertolak
belakang dari kebenaran khalayak dan pengetahuan masyarakat. Saya kira ini
pelajaran penting, bahwa kita tidak hanya disarankan untuk tidak “nggumunan”
atau mudah percaya dengan pemberitaan khalayak. Banyak dalam kehidupan
sehari-hari ditemui kebenaran yang dibenarkan oleh khalayak dengan besarnya
jumlah suara, banyaknya spanduk, atau slogan-slogan bersih, peduli dan profesional,
tetapi mungkin kan terjadi sebaliknya justru kesalahan besar dilakukan oleh
orang-orang yang diyakini akan tindakannya yang selalu benar.
Ki Dalang menawarkan, bagaimana
kalau faktanya berbeda? Arjuna dan Karna itu bukan hanya saudara tunggal Ibu,
tetapi seayah dan seibu.
Sambil berjalan pulang saya miki,
“ya bagaimana kalau partai yang jujur, religius, dan profesional ternyata juga
ketangkap KPK? ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar